A.
Pengertian Shalat Gerhana dan dasar Haditsnya
Gerhana
adalah salah satu tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dengannya Dia mempertakuti
para hamba-Nya.
Ketika ada gerhana matahari (kusuf) maupun gerhana bulan(khusuf). Oleh karena itu Rasulallah alaihishshalatu
wassalam telah mensyariatkan untuk mengerjakan shalat ketika salah satu dari
kedua tanda ini terjadi.
Shalat
gerhana adalah shalat yang dilakukan pada saat terjadi gerhana, baik gerhana
matahari maupun gerhana bulan. Shalat gerhana, baik gerhana bulan maupun
matahari, lebih utama dikerjakan secara berjamaah, meskipun menunaikannya
secara berjamaah bukan termasuk syarat utama syahnya shalat tersebut. Ketika
menjelang pelaksanaan shalat gerhana, hendaklah muadzin mengumandangkan lafazh
"Ash shalaatu jaami'ah".
Adapun hadits
yang menjelaskan tentang shalat gerhana adalah sebagai berikut :
Dari Abu
Bakrah radhiallahu anhu dia berkata:
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْكَسَفَتْ الشَّمْسُ فَقَامَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ
فَدَخَلْنَا فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ حَتَّى انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ
لِمَوْتِ أَحَدٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يُكْشَفَ
مَا بِكُمْ
“Kami pernah duduk-duduk
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu terjadi gerhana matahari.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berjalan cepat sambil menyeret
selendangnya hingga masuk ke dalam masjid, maka kamipun ikut masuk ke dalam
masjid. Beliau lalu mengimami kami shalat dua rakaat hingga matahari kembali
nampak bersinar. Setelah itu beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan
tidak mengalami gerhana disebabkan karena matinya seseorang. Jika kalian
melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah shalat dan berdoalah hingga selesai
gerhana yang terjadi pada kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 1040)
Ibnu Abbas juga meriwayatkan hadits shalat
gerhana sebagaimana dicantumkan Imam Al Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab
shahih beliau:
عنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ انْخَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ
رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - ، فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله
عليه وسلم - ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ
الْبَقَرَةِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ، ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا
طَوِيلاً ، وَهْوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ،
وَهْوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ قَامَ قِيَامًا
طَوِيلاً وَهْوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ،
وَهْوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً ،
وَهْوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ، وَهْوَ دُونَ
الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ تَجَلَّتِ
الشَّمْسُ ، فَقَالَ - صلى الله عليه وسلم - « إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ
لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa pada suatu hari
terjadi gerhana matahari. Lalu Rasulullah SAW berdiri untuk mengerjakan shalat.
Beliau berdiri lama sekali, kira-kira sepanjang bacaan surat Al-Baqarah,
kemudian beliau ruku' juga sangat lama. Lalu berdiri kembali dengan waktu yang
sangat lama, tetapi lebih pendek dibandingkan dengan waktu berdiri yang pertama
tadi. Kemudian beliau ruku' lagi yang lamanya lebih pendek daripada ruku'
pertama. Lalu beliau sujud. Selanjutnya beliau berdiri lagi dan waktu
berdirinya sangat lama hingga hampir menyamai rakaat pertama. Setelah itu
beliau ruku' dan lamanya hampir sama dengan ruku' yang pertama. Lalu berdiri
lagi, tetapi lebih pendek dibanding dengan berdiri yang pertama. Kemudian ruku'
lagi yang lamanya lebih pendek daripada ruku' pertama, dan kemudian sujud.
Setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat, matahari telah
kembali normal seperti biasa. Beliau bersabda, "Sesungguhnya matahari dan
bulan itu adalah dua tanda kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana matahari dan
bulan itu bukanlah karena kematian atau kehidupan seeorang. Maka jika engkau
melihatnya, ingatlah dan berzikirlah kepada Allah" (HR. Bukhari dan Muslim)
B.
Cara Melakukan Shalat gerhana
Waktu untuk mengerjakan
shalat gerhana adalah terbentang sejak mulainya gerhana hingga gerhana berakhir
(matahari/bulan kembali ke kondisi semula). Secara ringkas, tata cara shalat
gerhana adalah sebagai berikut :
1. Niat
2. Takbiratul Ikram
3. Membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya,
disunnahkan yang panjang dan dibaca jahr (keras) oleh Imam ketika shalat
gerhana berjama'ah
4. Ruku' (disunnahkan waktu
ruku' lama, seperti waktu berdiri)
5. Berdiri lagi kemudian
membaca Al Fatihah dan surat lainnya (disunnahkan lebih pendek daripada
sebelumnya)
6. Ruku' lagi (dengan waktu
ruku' disunnahkan lebih pendek dari ruku' pertama)
7. I'tidal
8. Sujud
9. Duduk diantara dua sujud
10. Sujud kedua
11. Berdiri lagi (rakaat kedua),
membaca surat Al Fatihah dan lainnya (disunnahkan yang panjang)
12. Ruku' (disunnahkan waktu
ruku' lama, seperti waktu berdiri)
13. Berdiri lagi kemudian
membaca Al Fatihah dan surat lainnya (disunnahkan lebih pendek daripada
sebelumnya)
14. Ruku' lagi (dengan waktu
ruku' disunnahkan lebih pendek dari ruku' pertama)
15. I'tidal
16. Sujud
17. Duduk diantara dua sujud
18. Sujud kedua
19. Duduk Tahiyah akhir
20. Salam
Sebelum shalat gerhana,
tidak perlu dikumandangkan adzan dan iqamat, tetapi cukup "Ash shalaatu
jaami'ah"
Dari Abdullah
bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata:
لَمَّا
كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نُودِيَ إِنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةٌ
“Ketika terjadi gerhana
matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka diserukan:
“Ashshalaatul jaami’ah (shalat secara berjamaah).” (HR. Al-Bukhari no. 1045)
Setelah selesai shalat
gerhana, khatib memberikan khutbah yang berisi pesan ketaqwaan.
Dalam hadits diterangkan :
حَدَّثَنَا أَبُو يَعْقُوبَ يُوسُفُ
الْبُوَيْطِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيسَ هُوَ الشَّافِعِيُّ حَدَّثَنَا
مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَكَى ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ صَلَاتَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَطَبَهُمْ فَقَالَ
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ
لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى
ذِكْرِ اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Ya'qub Yusuf Al Buwaithi dari Muhammad
bin Idris Asy Syafi'i telah menceritakan kepada kami Malik
bin Anas dari Zaid
bin Aslam dari 'Atha`
bin Yasar dari Ibnu
Abbas ia berkata, "Terjadi gerhana matahari,
kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat." Ibnu
Abbas menceritakan bahwa shalat beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah dua
rakaat, pada setiap rakaat terdapat dua rukuk. Kemudian beliau berkhutbah
kepada mereka dan berkata: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua
tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana
karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Apabila
kalian melihat hal tersebut maka bersegeralah untuk berdzikir kepada
Allah." ( Ad Darimi )
C. Hukum Shalat Gerhana
Para ulama sepakat bahwa shalat gerhana, termasuk shalat gerhana
matahari (kusuf) adalah sunnah muakad (sangat dianjurkan), baik untuk laki-laki
maupun perempuan.
0 komentar:
Post a Comment