PENDEKATAN-PENDEKATAN FILSAFAT PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Adapun latar
belakang penulisan makalah ini adalah untuk kita lebih memahami apa itu
filsafat pendidikan yang sebenarnya.
Salah satunya dengan melakukan pendekatan-pendekatan dalam filsafat pendidikan
yang akan penulis uraikan dalam makalah ini. Karena filsafat ini juga termasuk
kedalam bahagian-bahagian ilmu pengetahuan manusia yang sangat penting kita
manusia harus tahu dan paham tentang ilmu filsafat sebab dengan filsafat
manusia bisa mempertajam kesabaran dan keberadaan tentang dirinya khususnya
dalam dunia pendidikan.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan sumber ilmu pengetahuan
kepada kita semua dan bagi penulis sendiri khususnya dalam mata pelejaran
filsafat pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN-PENDEKATAN FILSAFAT
PENDIDIKAN
1. Pengertian
Filsafat pendidikan sebagai filsafat
terapan, yaitu studi tentang penterapan asas-asas pemikiran filsafat pada
masalah-masalah pendidikan pada dasarnya mengenai dua pendekatan yang
polarities.[1]
2. Macam-macam
Pendekatan Filsafat pendidikan
A. PENDEKATAN
PROGRESIF
Pendekatan dalam disiplin ilmu yang
disebut filsafat pendidikan akan lebih mudah di pahami arti pengertian bila
diajukan pandangan Dewey tentang pokok masalah, yaitu tentang
permasalahan filsafat pendidikan yang berarti hubungan antara filsafat dan
pendidikan.[2]
Dapat dilihat dari :
1. Antara Teori
dan Praktek
Pada dasarnya antara teori dan
praktek adalah hubungan saling mengontrol, teori akan dikontrol oleh
pelaksanaan praktek yang baik, dan sebaiknya praktek dikontrol oleh atau
didasarkan pada landasan teoritis yang baik Dewey berpendapat bahwa teori harus
merupakan hasil penggalian dalam kenyataan empiris sosiologis yang berlaku saat
itu.
2. Pendekatan
Problematis terhadap kenyataan Sosiologis
Seperti apa yang dipercontohkan pada
saat ia merumuskan teori pendidikannnya, problema social yang dihadapi dengan
cermat dan dengan tepat, merumuskannya kedalam filsafat pendidikannya.
Berdasar atas
kesulitan-kesulitan dan problema yang dihadapi masyarakatnya ia mencoba
merumuskannya kedalam sebuah system pemikiran filosofis, yaitu filsafat
pendidikan problematic atau experimentalisme, dalam bentuk pola mental intelektual
dan sikap moral kesusilaan.
Sikap moral yang dianggapnya tepat untuk
melestarikan kenyataan perubahan social yang cepat diatas adalah nilai sikap
yang menghormati keragaman, pembaharuan, individualitas dan kebebasan inilah
yang disebut dengan pendekatan problematis terhadap kenyataan social yang cepat
berubah.[3]
3. Filsafat dan Teori
Pendidikan
Sebagai
pokok pikiran ketiga yang tersirat dalam catatan diatas adalah hubungan antara
filsafat dengan teori pendidikan. Dan Dewey berkesinambungan bahwa filsafat
dirumuskan sebagai teori pendidikan yang bersifat umum dan konsepsional.
Pendekatan-pendekatan dalam teori pendidikan
Pendekatan dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu :
1.Pendidikan sebagai praktek
2.Pendidikan sebagai teori
Pendidikan sebagai praktek yaitu
seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan didasari
dengan tujuan untuk membantu pihak lain ( Baca: peserta didik) agar memperoleh
perubahan prilaku.[4]
Sementara pendidikan sebagai teori
yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang
berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan, dan mengontrol berbagai
gejala dan peristiwa
pendidikan baik yang bersumber dari
pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan
yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantaranya keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktek
pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan.[5]
Demikian pula system pamong dapat dikaitkan dengan nilai dasar kodrat alam, di
mana guru dan pendidikan tiada lebih fungsinya sebagai pamong dari anak didik
yang sedang menjelajahi perkembangan kodrat alamiahnya. System pamong ini didasarkan
pada asas psikologis dalam perkembangan manusia, yaitu kebebasan dan bekerja
sendiri.
Beda
antara Deweysme dengan Herbartianisme maupun Dewantaraisme adalah bahwa kedua
terakhir ini mendasarkan diri pada filsafat tradisional, termasuk cabang
filsafat metafisika, yang mengakui bahwa kenyataan yang bersifat metafisis
transendental.
Tiga
bidang pembangunan serempak. Pokok pikiran keempat adalah masalah pembaharuan
social, yang harus serempak dan searah tujuan dengan pembaharuan pemikiran
filsafat dan sistem pendidikan, sehingga merupakan tiga bidang atau
sektor pembangunan. Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada pokok pikiran
kedua, ketiga bidang pembangunan di atas harus diarahkan pada pengembangan
sikap moral dan mental yang sama dan berjalan serempak, yang satu bidang tidak
boleh mendahului yang lain, apalagi diarahkan ke tujuan yang bertentangan atau
berbeda.
Dengan demikian dan sesuai dengan pokok pikiran yang kelima, yaitu tenaga
pengembang sosial, dan peninjauan kembali filsafat system tradisional dalam
rangka pembangunan pendidikan, oleh sebab kesamaan arah dan keserempakan
pelaksanaannya dari ketiga bidang pembangunan tersebut merupakan akibat dari
sebab-sebab yang sama, atau faktor-faktor penyebab yang sama, yaitu tenaga
pengembangan sosial, yang terdiri faktor kemajuan ilmu pengetahuan, revolusi
industri dan perkembangan demokrasi.
Gejala keserempakan dan kesamaan sebagai akibat kesamaan faktor-faktor
penyebabnya dibuktikan dan diperkuat pendapat Dewey tentang rumusan tujuan
pendidikannya, yaitu efesiensi social ( Social efficiency) yang berbunyi
“The Power of join freely and fully in shared or common activities,” yang
artinya kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan
kepentingan bersama dan kesejahteraan bersama secara maksimal dan bebas.
Sebagai penghujung yang lain dari pendekatan di atas dan dari kontinuitas
aliran filsafat pendidikan adalah pendekatan progresif kontemporer dengan
dasar-dasar pemikiran, sebagai berikut :
1) Bahwa
dasar-dasar pendidikan adalah sosiologi, atau filsafat sosial humanisme ilmiah,
yang skeptis terhadap kenyataan yang bersifat metafisis transcendental
2) Bahwa
kenyataan adalah perubahan, artinya kenyataan hidup yang essensial adalah
kenyataan yang selalu berubah dan berkembang.
3) Bahwa “truth
is the man-made”, artinya kebenaran dan kebajikan itu adalah kreasi manusia,
dengan sifatnya yang relative temporer bahkan subyektif.
4) Bahwa tujuan
dan dasar-dasar hidup dan pendidikan relative ditentukan oleh perkembangan
tenaga pengembangan social dan manusia, yang merupakan sumber perkembangan
social masyarakat.
5) Bila antara
tujuan dan alat adalah bersifat kontinu, bahwa tujuan dapat menjadi alat untuk
tujuan yang lebih lanjut sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat.
Dua
pola dasar pendekatan diatas dapat dibagi menjadi bermacam-macam variasi yang
antara lain seperti : religious philosophy of education, humanistic
metaphysical philosophy of education, humanistic epistemological philoshophy of
education, cultural philosophy or education, social philosophy or
education.[6]
B. PENDEKATAN TRADISIONAL
pendekatan ini berbeda dengan pendekatan progresif secara sederhana dapat
dijelaskan dengan bahwa pada pendekatan mengakui dan mementingkan dunia sana
yang transcendental metafisis yang langgeng, yang menentukan tujuan hidup dan
sekaligus tujuan pendidikan manusia, sehingga akan menjadi sumber-sumber dasar
nilai daripada filsafat pendidikannya. Sedang tenaga social hanya akan
menyediakan saranan, alat dengan mana akan dicapai tujuan-tujuan diatas, dengan
kata lain tenaga pengembangan social ini akan memberikan modal dalam penyusunan
“ Science of educational” yang diperlukan. Menurut pendekatan tradisional
antara filsafat pendidikan dan science of education dibedakan secara tegas,
yaitu filsafat metafisika dan tenaga social, sedang pada pendekatan progresif
keduanya bersumber pada kenyataan yang sama, dan satu-satunya, yaitu tenaga
pengembang sosial masyarakat diatas.
Maka dari itu
pendekatan progresif hanya berpijak pada teori etika social dan metode
penyesuaian masalah social, yaitu pola dasar sikap moral dan pola dasar sikap
mental seperti diuraikan diatas, dan menentang segala hal yang berkaitan
tentang kenyataan transcendental metafisis yang spiritual dan di dunia sana di
masa mendatang. Sebaliknya pendekatan-pendekatan tradisional, seperti namanya,
sangat taat pada sistematika filsafat tradisional, dimana dan karena itu
menempatkan filsafat sebagai dasar pendidikan dan pengajaran. Ini terbukti
dengan penempatan filsafat metafisika, yang sangat ditentang oleh aliran
pendekatan progresif, sebagai masalah pokok dalam filsafat pendidikan.
Bagi pendekatan ini,
betapapun sulitnya masalah bidang metafisika ini, tetap harus ditempatkan
sebagai pusat perhatian pertama dan utama dalam setiap pembahasan filsafat
pendidikan. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa tidak dapat dipungkiri, bahwa
masalah ini adalah masalah yang abstrak, dan universal sekali, sehingga sulit
dipelajari dan dibuktikan kenyataannya, namun tidak berarti bahwa kenyataan
yang metafisis itu tidak ada. Assumsi ini menurut para pengusaha ilmu filsafat
pendidikan agar apabila kita tidak dapat menemukan segala hal yang bersifat
metafisis, tidak berarti kenyataan itu tidak ada, tetapi kesalahan mungkin
terletak pada cara-cara mencarinya atau mungkin keterbatasan kemampuan berfikir
dan pikiran orang yang melakukannya. Atau mungkin orang tersebut, mendustai
dirinya, sadar akan kenyataan tersebut tetapi tidak jujur terhadap kesadarannya
sendiri.
Asas pertama tentang
rasionalitas manusia, asas ilmu jiwa daya, asas pembentukan formal teoritis dan
asa transfer hasil belajar maka menuntut jumlah dan jenis mata pelajaran yang
diperlukan, dan tidak perlu adanya pertimbangan kesesuaian tidaknya dengan
kenyataan kehidupan social anak, selama bahan atau bidang studi akan memberikan
nilai disiplin mental atau formal yang tinggi. Nilai formal matematika adalah
untuk melatih anak berfikir secara logis rasional matematis, dan bukan
dengan tujuan untuk memberikan kepada alat atau instrument dalam menyelesaikan
problema hitung-menghitung dalam kehidupan sehari-hari.
Asas kedua adalah bahwa
hakekat jiwa manusia adalah tersendiri atas daya-daya jiwa yang berbeda dan
bekerja secara terpisah-pisah atau bersama-sama, yang menimbulkan gejala
kesadaran atau tingkah laku. Setiap daya-daya jiwa seperti pengindraan,
pengamatan,ingatan, tanggapan, pikiran, dan perasaan akan dapat berkembang dan
atau dikembangkan sesuai dengan bahan-bahan pelajaran tertentu. Berdasar jalan
pemikiran ini, maka dalam kepustakaan pendidikan dan psikologi pendidikan kita
dikenalkan konsep istilah mata pelajaran ingatan, pikiran, hafalan, ekspressi
dan mata pelajaran keterampilan.
Sebagai asas ketiga dan
sesuai dengan asas kedua di atas, adalah bahwa nilai fungsional mata pelajaran
adalah untuk pembentukan, atau disiplin mental (mental discipline) atau
disiplin formal, yaitu nilai formal teoritis intelektual. Sehingga semakin
sulit bahan pelajaran semakin tinggi nilai pembentukan mentalnya. Semakin keras ketat latihan-latihan semakin kuat dan besar nilai
pembentukannya. Apakah bahan yang disajikan sesuai dengan kehidupan sosialnya,
dan digunakan untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, tidak
menjadi masalah bagi aliran ini.
Oleh sebab itu, aliran tersebut diselesaikan dengan memperkenalkan konsep
trnasfer of learning of training, artinya penggunaan atau pemindahan
hasil belajar atau latihan pada mata pelajaran atau bidang kehidupan, yang
mungkin positif atau negatif merugikan. Transfer positif adalah apabila
penggunaan bidang yang satu mempermudah, memperlancar penguasaan bidang atau
mata pelajaran yang lain, dan sebaliknya transfer negatif adalah suatu
peristiwa dimana penguasaan satu bidang tertentu mempersulit penguasaan bidang
lain, seperti berenang dengan sepak bola. Soal-soal hitungan yang amat sulit tetapi
yang tidak ada kaintannya dengan, atau tidak akan dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari anak, yang mengarah ke pengembangan nilai materiil
praktis, dijejal-jejalkan kepada anak dengan harapan akan mempermudah anak
menyelesaikan problema-problema sosialnya.[7]
Adapun asas-asas filsafat pendidikan dalam pendekatan tradisional secara rinci
adalah sebagai berikut :
1) Bahwa
dasar-dasar pendidikan adalah filsafat, sehingga untuk mempelajari filsafat
pendidikan haruslah memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat
2) Bahwa kenyataan
yang essensial baik dan benar adalah kenyataan yang tetap, kekal dan abadi.
3) Bahwa nilai
norma yang benar adalah nilai yang absolut, universal dan objektif.
4) Bahwa tujuan
yang baik dan benar menentukan alat dan saranan, artinya tujuan yang baik harus
dicapai dengan alat sarana yang baik pula.
5) Bahwa faktor
pengembang sejarah atau sosial (science, technology, democracy dan industry)
adalah sarana alat untuk ” prosperity of life” dan bukannya untuk
”welfare of life” sebagai tujuan hidup dan pendidikan sebagaimana yang
ditentukan oleh filsafat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari isi pembahasan yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa dalam masalah filsafat pendidikan diperlukan
pendekatan-pendekatan dari filsafat pendidikan itu sendiri diantaranya :
- Pendekatan Progresif
- Pendekatan Tradisional
B. KRITIK DAN SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis tidak menutup
kemungkinan terdapat kesalahan dalam penulisan, penguraian dan penyusunan
kata-kata yang mungkin kurang baku dan sempurna.
Kami mohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah yang penulis tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Ali
Saifullah H.A, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional,
1977.
Uyoh Sadullo, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT. Media
Iptek, 1994.
Hasan
Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna
Ismaun, 2001.
Tim Dosen
FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan, Malang: Usaha
Nasional, 1980.
[1]Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar
Dasar-dasar Pendidikan, (Malang: Usaha Nasional, 1980), hlm. 61.
[2]Drs.Ali Saifullah H.A, Antara
Filsafat dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1977), hlm. 121.
0 komentar:
Post a Comment