Sebagai hidangan perayaan Lebaran, ketupat benar-benar sarat filosofi. Janur, pembungkus ketupat, bermakna sejatinung nur atau cahaya yang sejati, yaitu bersihnya diri dan bercahayanya hati karena gemar berbagi. Kesediaan untuk berbagi itulah yang menjadikan manusia merasakan kebahagiaan hakiki.
Sebab itu, perintah ritual ibadah apa pun pasti memiliki dua wajah, yaitu wajah Islam yang profetik-ritual(esoteris) dan wajah Islam yang humanis-sosial (eksoteris). Dengan kata lain, ibadah selalu berdimensi mikrokosmos dan makrokosmos, vertikal dan horizontal, akhirat dan dunia.
Ada makna lain kenapa ketupat terbuat dari beras dan dibungkus janur. Beras adalah simbol nafsu dunia, janur itu mencerminkan hati nurani. Dengan demikian, ketupat memiliki makna nafsu dunia harus dibungkus oleh hati nurani. Setiap manusia harus mampu mengendalikan diri dan mengekang nafsu dengan hati nuraninya, sebagaimana intisari ibadah puasa.
Anyaman janur bersilang yang rumit itu melambangkan pusparagam kesalahan manusia. Kemudian, tradisi mengantarkan ketupat ke tetangga dan sanak saudara, dimaknai sebagai simbol pengakuan salah dan permintaan maaf. Ketika dibelah, isi ketupat berwarna putih, menggambarkan hati yang bersih dan suci. Maksudnya, setelah menjalani puasa selama satu bulan penuh dan saling bermaaf-maafan,manusia kembali pada keadaan bersih dan suci.
Masyarakat Jawa sering pula memaknai kupat sebagai singkatan dari ngaku lepat alias mengakui kesalahan. Implementasinya, tradisi saling meminta dan memberi maaf di antara sesama. Berbentuk segi empat, ketupat dapat melambangkan laku papat atau empat perilaku Muslim dalam menjalani Ramadhan. Keempat perilaku tersebut adalah puasa, tarawih, zakat, dan shalat Idulfitri.
Makna serupa dari kupat ialah singkatan dari laku sing papat, yaitu lebar, lebur, luber, dan labur. Itulah empat anugerah yang sudah dilimpahkan oleh Allah kepada orang yang berpuasa Ramadhan dengan keikhlasan dan kesungguhan. Lebar berarti berhasil menuntaskan ibadah puasa secara paripurna. Lebur artinya terhapusnya segala dosa di masa lalu. Luber maksudnya limpahan pahala ibadah dan kebaikan dari Allah yang meruah. Labur bermakna bersihnya diri dan cerahnya hati, karena berhias akhlak mulia setelah menjalankan aneka ibadah sepanjang Ramadhan.
Manusia yang mampu meraih laku sing papat, nantinya selalu bersikap lembut dan santun terhadap sesama. Dalam kamus Al-Qur’an, itulah tercapainya derajat takwa, sebagaimana dimaksudkannya perintah puasa.
Masing-masing nurani bisa mengukur, apakah puasa selama Ramadhan benar-benar mampu meraih laku sing papat itu atau sekadar basa-basi biar dicitrakan sebagai pribadi yang saleh.
Terang saja orang yang mencapai laku sing papat itu adalah dia yang menjalankan puasa dengan rendah hati dan tidak bersikap arogan terhadap sesama. Kualitas puasa semacam itulah yang benar-benar bermotif iman dan mengharapkan keridaan Allah semata.
Akhirnya, ketupat atau kupat bukan sekadar kreativitas atau makanan yang hampa makna. Semoga piwulang Sunan Bonang itu menginspirasi kita untuk mewujudkan nilai-nilai mulia puasa hingga di luar Ramadhan. Juga menghidupkan kebersamaan dan saling memaafkan, sebagaimana ditradisikan dalam Lebaran. Sungguh, keberagamaan model begitulah yang menjadikan hidup dan kehidupan ini berparas bunga...
Sebab itu, perintah ritual ibadah apa pun pasti memiliki dua wajah, yaitu wajah Islam yang profetik-ritual(esoteris) dan wajah Islam yang humanis-sosial (eksoteris). Dengan kata lain, ibadah selalu berdimensi mikrokosmos dan makrokosmos, vertikal dan horizontal, akhirat dan dunia.
Ada makna lain kenapa ketupat terbuat dari beras dan dibungkus janur. Beras adalah simbol nafsu dunia, janur itu mencerminkan hati nurani. Dengan demikian, ketupat memiliki makna nafsu dunia harus dibungkus oleh hati nurani. Setiap manusia harus mampu mengendalikan diri dan mengekang nafsu dengan hati nuraninya, sebagaimana intisari ibadah puasa.
Anyaman janur bersilang yang rumit itu melambangkan pusparagam kesalahan manusia. Kemudian, tradisi mengantarkan ketupat ke tetangga dan sanak saudara, dimaknai sebagai simbol pengakuan salah dan permintaan maaf. Ketika dibelah, isi ketupat berwarna putih, menggambarkan hati yang bersih dan suci. Maksudnya, setelah menjalani puasa selama satu bulan penuh dan saling bermaaf-maafan,manusia kembali pada keadaan bersih dan suci.
Masyarakat Jawa sering pula memaknai kupat sebagai singkatan dari ngaku lepat alias mengakui kesalahan. Implementasinya, tradisi saling meminta dan memberi maaf di antara sesama. Berbentuk segi empat, ketupat dapat melambangkan laku papat atau empat perilaku Muslim dalam menjalani Ramadhan. Keempat perilaku tersebut adalah puasa, tarawih, zakat, dan shalat Idulfitri.
Makna serupa dari kupat ialah singkatan dari laku sing papat, yaitu lebar, lebur, luber, dan labur. Itulah empat anugerah yang sudah dilimpahkan oleh Allah kepada orang yang berpuasa Ramadhan dengan keikhlasan dan kesungguhan. Lebar berarti berhasil menuntaskan ibadah puasa secara paripurna. Lebur artinya terhapusnya segala dosa di masa lalu. Luber maksudnya limpahan pahala ibadah dan kebaikan dari Allah yang meruah. Labur bermakna bersihnya diri dan cerahnya hati, karena berhias akhlak mulia setelah menjalankan aneka ibadah sepanjang Ramadhan.
Manusia yang mampu meraih laku sing papat, nantinya selalu bersikap lembut dan santun terhadap sesama. Dalam kamus Al-Qur’an, itulah tercapainya derajat takwa, sebagaimana dimaksudkannya perintah puasa.
Masing-masing nurani bisa mengukur, apakah puasa selama Ramadhan benar-benar mampu meraih laku sing papat itu atau sekadar basa-basi biar dicitrakan sebagai pribadi yang saleh.
Terang saja orang yang mencapai laku sing papat itu adalah dia yang menjalankan puasa dengan rendah hati dan tidak bersikap arogan terhadap sesama. Kualitas puasa semacam itulah yang benar-benar bermotif iman dan mengharapkan keridaan Allah semata.
Akhirnya, ketupat atau kupat bukan sekadar kreativitas atau makanan yang hampa makna. Semoga piwulang Sunan Bonang itu menginspirasi kita untuk mewujudkan nilai-nilai mulia puasa hingga di luar Ramadhan. Juga menghidupkan kebersamaan dan saling memaafkan, sebagaimana ditradisikan dalam Lebaran. Sungguh, keberagamaan model begitulah yang menjadikan hidup dan kehidupan ini berparas bunga...
0 komentar:
Post a Comment