I. PENDAHULUAN
Sejauh menyangkut kedatangan islam di Nusantara, termasuk Jawa para ahli selalu terlibat diskusi panjang mengenai 3 hal pokok: tempat asal kedatangan islam, para pembawa dan waktu kedatangannya[1]
Padahal, eksistensi Cina-muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa tidak hanya ditunjukkan oleh kesaksian-kesaksian para pengelana asing, sumber-sumber Cina, teks lokal Jawa maupun tradisi lisan saja, melainkan juga dibuktikan pelbagai peninggalan purbakala Islam di Jawa. Ini mengisaratkan adanya Pengaruh Cina yang cukup kuat, sehingga menimbulkan dugaan bahwa pada bentangan abad ke-15/16 telah terjalin apa yang disebut Sino-Javanese Muslim Culture. Ukiran di masjid kuno Mantingan-Jepara, menara masjid pecinaan Banten, konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik, arsitektur keraton Cirebon beserta taman Sunyaragi, konstruksi masjid Demak --terutama soko tatal penyangga masjid beserta lambang kura-kura, konstruksi masjid Sekayu di Semarang dan sebagainya, semuanya menunjukkan pengaruh budaya Cina yang cukup kuat. Bukti lain dapat ditambah dari dua bangunan masjid yang berdiri megah di Jakarta, yakni masjid Kali Angke yang dihubungkan dengan Gouw Tjay dan Masjid Kebun Jeruk yang didirikan oleh Tamien Dosol Seeng dan Nyonya Cai.
II. PEMBAHASAN
A. Penyebaran Islam di Jawa
Agama islam tersebar di Asia Tenggara dan kepulauan Jawa sejak abad ke-12 atau ke-13. masuk islamnya berbagai suku bangsa dikepulauan Indonesia ini tidak berlangsung dengan jalan yang sama. Begitulah anggapan umum legenda mengenai orang suci dan cerita mengenai para penyebar agama islam dan tanah asal usul mereka bermacam-macam sekali. Salah satunya adalah di Jawa. Suatu kenyataan yang sudah pasti ialah bahwa di Sumatera Utara para penguasa dibeberapa kota pelabuhan penting sejak paruh kedua abad ke-13 sudah menganut islam[2].
Selain itu Ada sebuah perjalanan history Islam masuk ke Jawa yang jarang terdengar, hampir dikatakan sejarah pertama Islam masuk ke jawa melalui Cina. Islam terlahir dari seorang Rasul yang berbahasa Arab, melalui perjalan panjang melewati Cina untuk berlabuh di Jawa. Bermula setelah wafatnya Muhammad terpecahnya pemahaman terhadap pengganti Beliau. Kemudian dilanjutkan oleh Masa 4 khalifah. Terbunuhnya Cucuanda Rasul Hasan dan Husein, melalui Huruhara selepas itu di Damascus (Yazid bin Muawiyah), sehingga berkembangnya fitnah yang terus. Yang mengingatkan pada Perkataan Muhammad sang Nabi "Jika terjadi fitnah di Damascus, hindarilah dan pergilah ke Yaman" Merupakan maknawi dari hakekat orang islam dalam berhijrah.
Sekelompok mengikuti harfiah dari perkataan rasul untuk ke Yaman (Hadramut) menetap dalam lembah di Shibam (Manhantan of desert) sampai Tarim. Yang kemudian menjadi beberapa kelompok Family yang bergelar Sayid/Syarief atau orang jawa sebut Habib (al-atas, as- segaff dll). Kelompok lain menyebar mengikuti maknawi Perkataan-Nya, menyebar terus ke berbagai penjuru dunia, ada yang ke Mesir Libya (sarachen) Maghrabi (tunis ,aljier, maroko )terus ke Andalusia. Ke cyprot (lacarna) Albania dan Sebrenica. Ada pula yang ke Baghdad, persia dan kemudian terus mengikuti jalur sutra tradisional melalui asia tengah menuju China (melewati sekarang Uzbekistan, kota khiva kota kelahiran tareqot Naqsyahbandi, samarkand, terus ke Uygur China terus menyebar ke berbagai pelosok China dan membaur dalam segi tasawuf kehidupan bangsa China Yin- Yang.
Penanggalan 32 Hijriah tahun bulan Islam, ditemukan makam islam di china (merupakan rombongan pertama Muslim di Cina yang kemungkinan dikepalai oleh sahabat Nabi yang bernama Said bin wakash). Disini islam berkembang,berbaur dan terus turun ke selatan melalui generasi ketiga dan kedua. Menuju Nusantara, islam via Cina menapaki negeri kepulauan ini bermula di Kepulauan Maluku, kemudian berkembang dan dan berketurunan menjadi Sultan Babullah di Tidore (Ditemukan kuburan bertarikh Islam 162 Hijriah). Merebak terus ke Penjuru Nusantara (kepala burung Irian, Timor) ada juga yang menuju Sulawesi kemudian berketurunan menjadi Para raja (turunan terakhir dan cukup terkenal Aru Palaka) tepatnya di negeri Selong. Dengan mengingat lagu nenek moyangku seorang pelaut, mereka terus berlayar dan mendarat di Gresik pada akhir kejayaan Majapahit. Berbaur dan mengembangkan Cinta Kasih, dengan pengetahuan dan kelebihan pengalaman. Keturunan mereka menjadi awal pendiri bangkitnya kerajaan Islam. Dimulai dari Demak, Pajang, sampai Mataram Islam Sendiri. Ki Ageng Selo (Selong) ada pertalian darah dengan kanjeng Sunan Kalijaga adalah Ayah dari Ki Ageng Nis, kakek dari Anggir Pemanahan sang pendiri Mataram walaupun masih dibawah Pajang yang didirikan oleh Karebet (jaka Tingkir murid Sunan Kalijaga). Keturunan mataram ini terus berkembang sampai Sultan Agung yang menyerang Batavia dengan bantuan Saudara baur Chinanya yang berada di Banten bermarga Tung (kemudian menjadi Tubagus) menguasai seluruh pantai utara Jawa. Terus berkembang sampai pangeran Samber Nyowo, Sunan Kuning. Sehingga pecahnya Mataram menjadi Surakarta dan Ngayogyakarta saat ini karena kuasa dan harta. Islam terus berkembang di China dan terus juga menyebar ke Jawa.
B. Bukti-bukti Islam di Jawa
Bukti-bukti bahwa islam telah ada di Jawa itu bisa dibuktikan salah satunya dengan ditemukannya makam, masjid, ragam hias dan tata kota[3].
1. Makam
Bukti sejarah yang paling faktual barangkali adalah ditemukannya batu nisan kubur Fatimah binti Maemun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M). Pada makam nisan itu tercantum prasasti berhuruf dan berbahasa Arab yang menyatakan bahwa makam itu adalah makam Fatimah binti Maemun bin Hibatallah yang meninggal pada tanggal 7 Rajab 475 H.
2. Masjid
Sumber sejarah arkeolog juga banyak ditemukan di Jawa yaitu berdirinya Masjid di suatu wilayah yang membuktikan bahwa adanya komuitas muslim di wilayah tersebut.
3. Ragam hias
Dengan diterimanya ajaran islam di Jawa maka lahirlah beberapa ragam hias baru, yaitu kaigrafi dan stiliran. Tetapi tulisan arab dijawa pada saat itu tidak mengalir luwes buktinya Prasasti berhuruf arab yang tertera dimakam Fatimah binti Maemun yang jauh lebih tua justru menampakan segi keindahan.
C. Beberapa Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
1. Kesultanan Demak
Demak adalah kesultanan atau kerajaan islam pertama di pulau jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari Walisanga, yang terdiri atas sembila orang ulama besar, pendakwah islam paling awal di pulau jawa.
Atas bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganutislam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, Raden patah sebagai adipati Islam di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, Majapahit memang tengah berada dalam kondisi yang sangat lemah. Dengan proklamasi itu, Radeh Patah menyatakan kemandirian Demak dan mengambil gelar Sultan Syah Alam Akbar.
Nama kecil raden patah adalah pangeran Jimbun. Pada masa mudanya raden patah memperoleh pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan dan politik. 20 tahun lamanya ia hidup di istana Adipati Palembang. Sesudah dewasa ia kembali ke majapahit. Raden Patah memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia belasan tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Mereka mendarat di pelabuhan Tuban pada tahun 1419 M. Raden patah mendalami agama islam bersama pemuda-pemuda lainnya, seperti raden Paku (Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah dianggap lulus, raden patah dipercaya menjadi ulama dan membuat permukiman di Bintara.
Di Bintara, Patah juga mendirikan pondok pesantren. Penyiaran agama dilaksanakan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Perlahan-lahan, daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan perniagaan. Raden patah memerintah Demak hingga tahun 1518, dan Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa sejak pemerintahannya.
Secara beruturut-turut, hanya tiga sultan Demak yang namanya cukup terkenal, Yakni Raden Patah sebagai raja pertama, Adipati Muhammad Yunus atau Pati Unus sebagai raja kedua, dan Sultan Trenggana, saudara Pati Unus, sebagai raja ketiga (1524 - 1546).
Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa).
Di antara ketiga raja demak Bintara, Sultan Trenggana lah yang berhasil menghantarkan Kusultanan Demak ke masa jayanya. Pada masa trenggan, daerah kekuasaan demak bintara meliputi seluruh jawa serta sebagian besar pulau-pulau lainnya. Aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Trenggana berhasil memperkuat dan memperluas kekuasaan demak. Di tahun 1527, tentara demak menguasai tuban, setahun kemudian menduduki Wonosari (purwodadi, jateng), dan tahun 1529 menguasai Gagelang (madiun sekarang). Daerah taklukan selanjutnya adalah medangkungan (Blora, 1530), Surabaya (1531), Lamongan (1542), wilayah Gunung Penanggungan (1545), serta blambangan, kerajaan hindu terakhir di ujung timurpulau jawa (1546).
Di sebelah barat pulau jawa, kekuatan militer Demak juga merajalela. Pada tahun 1527, Demak merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran (kerajaan Hindu di Jawa Barat), serta menghalau tentara tentara portugis yang akan mendarat di sana. Kemudian, bekerja sama dengan saudagar islam di Banten, Demak bahkan berhasil meruntuhkan Pajajaran. Dengan jatuhnya Pajajaran, demak dapat mengendalikan Selat Sunda. Melangkah lebih jauh, lampung sebagai sumber lada di seberang selat tersebutjuga dikuasai dan diislamkan. Perlu diketahui, panglima perang andalan Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (sumatera),yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana.
Di timur laut, pengaruh demak juga sampai ke Kesultanan banjar di kalimantan. Calon pengganti Raja Banjar pernah meminta agar sultan Demak mengirimkan tentara, guna menengahi masalah pergantian raja banjar. Calon pewaris mahkota yang didukung oleh rakyat jawa pun masuk islam, dan oleh seorang ulama dari Arab, sang pewaris tahta diberi nama Islam. Selama masa kesultanan Demk, setiap tahun raja Banjar mengirimkan upeti kepada Sultan Demak. Tradisi ini berhenti ketika kekuasaan beralih kepada Raja Pajang. Sultan Trenggan meninggal pada tahun 1546, dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuran. Ia kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Setelah sultan trenggana mengantar Demak ke masa jaya, keturunan sultan tersebut silih berganti berkuasa hingga munculnya kesultanan pajang.
Masjid agung Demak sebagai lambang kekuasaan bercorak Islam adalah sisi tak terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara. Kegiatan walisanga yang berpusat di Masjid itu. Di sanalah tempat kesembilan wali bertukar pikiran tentang soal-soal keagamaan. Masjid demak didirikan oleh Walisanga secara bersama-sama. Babad demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477)yang ditandai oleh candrasengkala Lawang Trus Gunaning Janma, sedangkan pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri pada tahun 1479[4].
2. Kerajaan Banten
Berdirinya kesultanan Banten diawali ketika kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke jawa barat. Pada tahun 1524, Sunan Gunung Jati alias Syarif Hidayatullah bersama pasukan demak menaklukkan penguasa banten, dan mendirikan kesultanan banten yang berada di bawah pengaruh demak.
Kota banten terletak di pesisir selat sunda, dan merupakan pintu gerbang yang menghubungkan Sumatra dan jawa. Posisi banten yang sangat strategis ini menarik perhatian Demak untuk menguasainya. Di tahun 1525 – 1526 pasukan demak bersama Sunan Gunung Jati berhasil menguasai baten.
Sebelum banten berdiri sebagai kesultanan, wilayah ini termasuk bagian kerajaan pajajaran yang beragama hindu. Pada awal abad ke – 16, yang berkuasa di banten adala prabu Pucuk Umum dengan pusat pemerintahan kadipaten di banten Girang. Adapun daerah Surasowan hanya berfungsi sebagai kota pelabuhan. Menurut berita Joad Barros (1616), wartawan Portugis, diantara pelabuhan yang tersebar di wilayah pajajaran, pelabuhan sunda kelapa dan banten merupakan dua pelabuhan terbesar yang dikungjungi para saudagar dalam dan luar negeri. Dari sanalah sebagian besar lada dana hasil negeri lainnya diekspor.
Pada masa lalu, banten adalah semacam kota metropolitan. Ia menjadi pusat perkembangan pemerintahan kesultanan banten, yang sempat mengalami masa keemasan selama kurang lebih tiga abad. Menurut babad pajajaran, masuknya islam dibanten dimulai ketika Prabu Siliwangi sering melihat cahaya yang menyala-nyala di langit. untuk mencari tahu tentang arti itu, ia mengutus kian Santang, penasehat kerajaan pajajaran yang mengatakan bahwa cahaya di atas banten adalah cahaya islam. Kian Santang pun memeluk islam dan kembali ke pajajaran untuk mengislamkan masyarakat. Upaya kian santang hanya berhasil untuk beberapa orang saja, sedangkan yang lainnya menyingkirkan diri. Akibatnya, pajajaran menjadi berantakan.
Pada tahun 1526, gabungan pasukan Demak dan Cirebon bersama dengan laskar marinir maulana Hasanuddin (putra Syarif Hidayatullah) tidak banyak mengalami kesulitan dalam menguasai banten. Bahkan ada yang menyebutkan, Prabu Pucuk Umum menyerahkan banten dengan Sukarela. Pusat pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten pun dipindahkan ke Surasowan. Pemindahan pusat pemerintahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir melalui selat sunda dan selat malaka. Hal ini berkaitan pula dengan situasi asia tenggara kala itu. perlu dingat, malaka telah dikuasi portugis, sehingga pedagang yang enggan berhubungan dengan portugis mengalihkan rute niaga ke selat sunda.
Sejak itu, pelabuhan banten semakin ramai. Atas penunjukkan Sultan Demak, pada tahun 1526 maulana Hasanuddin diangkat sebagai Adipati Banten. Di tahun 1552, banten diubah menjadi negara bagian Demak, tetap dengan Maulana Hasanuddin sebagai pemimpinnya. Pada waktu demak runtuh dan diganti Pajang (1568), Maulana Hasanuddin memproklamasikan banten sebagai Negara Merdeka.
Saya sekali kejayaan itu mulai berakhir pada masa sultan Ageng Tirtayasa. Kesultanan Banten mengalami kehancuran Akibat ulah anak kandung Sultan Ageng Sendiri, yaitu sultan Haji. Pada waktu itu, Sultan Haji diserahi amanat oleh ayahnya sebagai sultan muda yang berkedudukan di Surasowan. Namun, sultan haji berdekat-dekat dengan kompeni, bahkan memberi mereka keleluasaan untuk berdagang di pelabuhan banten. Hal itu sangat tidak disukai oleh Sultan Ageng. Hingga akhirnya Sultan Ageng menyerang Istana Surasowan pada 27 Februari 1682. terjadilah perang dasyat , Sultan Ageng Tirtayasa melawan kompeni yang mendukung Sultan Haji. Istana Surasowan mengalami kehancuran pertama akibat perang tersebut.Setelah kekalahan itu, para pengikut Sultan Ageng Tirtayasa menyebar ke berbagai daerah untuk berdakwah. Syekh Yusuf dibuang ke Srilanka, tempat ia memimpin gerakan perlawan lagi, sebelum akhirnya dibuang ke Afrika Selatan. Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf menyebarkan Islam, sampai wafatnya.
Sementara itu, banten jatuh menjadi boneka belanda. Daendels yang membangun jalan raya Anyer – Panarukan kemudian memindahkan pusat kekuasaan Baten ke Serang. Istana Surosowan ia bakar habis pada 1812. dapat dikatakan, pada tahun itulah Kesultanan Banten runtuh.
III. PENUTUP
Demikianlah penulis menulis tugas makalah ini apabila ada sesuatu pembahasan yang keluar dari konteks pembahasan ini datangya dari saya sendiri, karena Allah SWT menciptakan makhluknya tidak ada yang sempurna, begitu juga dengan penulisan makalah ini pastilah ada kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan dari semua pembaca demi perbaikan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
H.J de Graaf, Th. G. Th. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Jawa terjemah,Jakarta: PT. Temprint, 1986, Halm. 18
Al Qurruby Sumanto, Arus Cina Islam Jawa Jogjakarta: INSPEAL AHIMSAKARYA PRESS, 2003, Hlm.105
Anasom, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: GAMA MEDIA, 2000, hlm.28
http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-demak-bintara/
0 komentar:
Post a Comment